Sebuah Renungan Diri yang Sendiri
Akhir-akhir ini saya sedikit pendiam, jujur saja...
Hingga seorang dosen yang memang cukup akrab dengan saya berkata "Lina, bapak perhatikan akhir-akhir ini keceriaan kamu berkurang, banyak aura negatif"
Well, jujur agak kaget juga mendapat komentar seperti itu. Tapi memang tidak dapat dipungkiri saya banyak merenung akhir-akhir ini.
Setelah saya evaluasi diri ada beberapa hal yang memang menjadi pemicu diamnya saya.
Pertama, saya melihat betapa banyaknya problematika hidup ini yang sangat kompleks, bahkan hingga tingkat yang sangat tinggi (menurut saya). Berpikir dan berpikir, mungkin proses itu yang membuat saya banyak merenung akhir-akhir ini. Kemudian saya sadar bahwa saya seharusnya dapat melakukan sesuatu. Apapun itu, sekecil apapun untuk sebuah perubahan.
Namun saya kembali menyadari bahwa ternyata saya sendiri.
Entahlah, hanya merasa terkadang teman-teman di lingkungan ini sama sekali tidak mendukung adanya komunikasi dua arah. Mereka terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Tentang tugasnya atau pacarnya. Saya kehilangan teman-teman yang dulu sama-sama belajar, mencari ilmu apapun, politik, ekonomi, agama, pencarian jati diri. Teman-teman yang susah senang bersama. Yang tertawa bersama saat terlambat mengerjakan tugas namun masih asyik masyuk memikirkan apa yang sepantasnya diterima para koruptor. Yang mendadak teriak-teriak ketakutan jika membicarakan kematian atau saat saat perhitungan amal.
Saya kehilangan semua itu....
Kemudian saya berusaha menyesuaikan diri, memahami bahwa untuk merubah sesuatu harus dimulai dari merubah diri sendiri.
Jika mereka senang bercerita tentang aktifitas selebritis maka apa salahnya mendengarkan
Jika mereka bercerita tentang pacarnya dan sedikit godaan dengan label 'belum laku' atau 'jomblo abadi' maka apa salahnya ikut tersenyum sambil berdoa dalam hati memohon janji Allah yang tak pernah ingkar bahwa wanita baik-baik untuk pria baik-baik.
Hingga akhirnya saya mendapat kesempatan menjadi peserta dalam sebuah pelatihan Diponegoro School of Nation.
Disana isinya adalah mahasiswa UNDIP yang terseleksi dan duduk bersama memikirkan bangsa baik dari bidang akademis, sociopreneur hingga sosial politik.
Saya merasa bahagia tidak terkira. Entahlah, mungkin saat itu apa yang saya katakan menjadi lumrah dan terdengar. Bukan lagi menjadi sebuah kata yang hilang karena diacuhkan.
Saya bertemu banyak orang-orang hebat setingkat nasional, yang mungkin umurnya hanya beda 2-3 tahun dengan saya, saya mendapat banyak masukan, mendapat banyak ilmu yang seharusnya ditularkan.
Paradigma-paradigma kesuksesan, ide-ide yang membangun rasa optimistis bangsa ini kelak akan menjadi bangsa yang maju, yang disegani negara-negara lain, semua menari-nari liar di kepala saya.
Setelah 3 hari yang menyenangkan itu, kembali saya merasa full charge.
Namun ternyata merubah keadaan memang tak semudah membalikan telapak tangan. Puncaknya ketika pelajaran hukum lingkungan. Bagaimana mungkin dalam sebuah kelas yang berisi para intelektual muda namun kosong jiwa dan pikirannya. Saya sedih membayangkan bagaimana nasib bangsa ini nanti, bagaimana mungkin rakyat menggantungkan harapannya pada kaum muda yang hanya mementingkan urusan perutnya sendiri.
Saya menangis, setelah beberapa kali bertanya terkait BP Migas yang tak ada satu jaripun terangkat untuk menanggapi.
Saya menangis, mengingat apa lagi yang bisa saya lakukan untuk membangunkan teman-teman saya. Seburuk itukah kualitas diri saya? Haruskah saya bertahan dalam sebuah kubangan yang akan mematikan jiwa saya sendiri? atau haruskah saya hengkang dan tak ambil pusing dengan apa yang akan menimpa mereka nanti.
Sesaat kemudian saya sadar bahwa saya berada dalam satu bahtera dengan mereka, saya berada dalam kapal yang sama.
Jika saya melihat seseorang melubangi kapal, dan saya diam saja, bukankah itu juga merupakan tindak kriminal? Saya pun ikut berdosa atas tenggelamnya kapal itu dan kematian penghuninya.
Jika Allah memilih amanah ini kepada saya, saya akan melakukan sekuat yang saya bisa.
Jika nanti saya bisa merubah keadaan, sungguh itu semuanya adalah kuasa-Nya, tangan-Nya
Namun jika saya harus mati di dalamnya, maka semoga Allah menghitungnya sebagai jihad fi sabilillah.
Saya tidak akan lagi merengek berikan teman untuk jalan perjuangan yang panjang ini.
Saya hanya akan terus bergerak, bergerak sekecil apapun yang saya bisa, agar saya layak menjadi suri tauladan dan bisa terus menyampaikan entah dengan apa... Menyampaikan ayat-ayat Nya
Seperti arti nama Nur, bukankah cahaya justru bersinar karena pekatnya hitam?
Bukankah ia tetaplah cahaya meskipun dalam kegelapan? Insya Allah
Hingga seorang dosen yang memang cukup akrab dengan saya berkata "Lina, bapak perhatikan akhir-akhir ini keceriaan kamu berkurang, banyak aura negatif"
Well, jujur agak kaget juga mendapat komentar seperti itu. Tapi memang tidak dapat dipungkiri saya banyak merenung akhir-akhir ini.
Setelah saya evaluasi diri ada beberapa hal yang memang menjadi pemicu diamnya saya.
Pertama, saya melihat betapa banyaknya problematika hidup ini yang sangat kompleks, bahkan hingga tingkat yang sangat tinggi (menurut saya). Berpikir dan berpikir, mungkin proses itu yang membuat saya banyak merenung akhir-akhir ini. Kemudian saya sadar bahwa saya seharusnya dapat melakukan sesuatu. Apapun itu, sekecil apapun untuk sebuah perubahan.
Namun saya kembali menyadari bahwa ternyata saya sendiri.
Entahlah, hanya merasa terkadang teman-teman di lingkungan ini sama sekali tidak mendukung adanya komunikasi dua arah. Mereka terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Tentang tugasnya atau pacarnya. Saya kehilangan teman-teman yang dulu sama-sama belajar, mencari ilmu apapun, politik, ekonomi, agama, pencarian jati diri. Teman-teman yang susah senang bersama. Yang tertawa bersama saat terlambat mengerjakan tugas namun masih asyik masyuk memikirkan apa yang sepantasnya diterima para koruptor. Yang mendadak teriak-teriak ketakutan jika membicarakan kematian atau saat saat perhitungan amal.
Saya kehilangan semua itu....
Kemudian saya berusaha menyesuaikan diri, memahami bahwa untuk merubah sesuatu harus dimulai dari merubah diri sendiri.
Jika mereka senang bercerita tentang aktifitas selebritis maka apa salahnya mendengarkan
Jika mereka bercerita tentang pacarnya dan sedikit godaan dengan label 'belum laku' atau 'jomblo abadi' maka apa salahnya ikut tersenyum sambil berdoa dalam hati memohon janji Allah yang tak pernah ingkar bahwa wanita baik-baik untuk pria baik-baik.
Hingga akhirnya saya mendapat kesempatan menjadi peserta dalam sebuah pelatihan Diponegoro School of Nation.
Disana isinya adalah mahasiswa UNDIP yang terseleksi dan duduk bersama memikirkan bangsa baik dari bidang akademis, sociopreneur hingga sosial politik.
Saya merasa bahagia tidak terkira. Entahlah, mungkin saat itu apa yang saya katakan menjadi lumrah dan terdengar. Bukan lagi menjadi sebuah kata yang hilang karena diacuhkan.
Saya bertemu banyak orang-orang hebat setingkat nasional, yang mungkin umurnya hanya beda 2-3 tahun dengan saya, saya mendapat banyak masukan, mendapat banyak ilmu yang seharusnya ditularkan.
Paradigma-paradigma kesuksesan, ide-ide yang membangun rasa optimistis bangsa ini kelak akan menjadi bangsa yang maju, yang disegani negara-negara lain, semua menari-nari liar di kepala saya.
Setelah 3 hari yang menyenangkan itu, kembali saya merasa full charge.
Namun ternyata merubah keadaan memang tak semudah membalikan telapak tangan. Puncaknya ketika pelajaran hukum lingkungan. Bagaimana mungkin dalam sebuah kelas yang berisi para intelektual muda namun kosong jiwa dan pikirannya. Saya sedih membayangkan bagaimana nasib bangsa ini nanti, bagaimana mungkin rakyat menggantungkan harapannya pada kaum muda yang hanya mementingkan urusan perutnya sendiri.
Saya menangis, setelah beberapa kali bertanya terkait BP Migas yang tak ada satu jaripun terangkat untuk menanggapi.
Saya menangis, mengingat apa lagi yang bisa saya lakukan untuk membangunkan teman-teman saya. Seburuk itukah kualitas diri saya? Haruskah saya bertahan dalam sebuah kubangan yang akan mematikan jiwa saya sendiri? atau haruskah saya hengkang dan tak ambil pusing dengan apa yang akan menimpa mereka nanti.
Sesaat kemudian saya sadar bahwa saya berada dalam satu bahtera dengan mereka, saya berada dalam kapal yang sama.
Jika saya melihat seseorang melubangi kapal, dan saya diam saja, bukankah itu juga merupakan tindak kriminal? Saya pun ikut berdosa atas tenggelamnya kapal itu dan kematian penghuninya.
Jika Allah memilih amanah ini kepada saya, saya akan melakukan sekuat yang saya bisa.
Jika nanti saya bisa merubah keadaan, sungguh itu semuanya adalah kuasa-Nya, tangan-Nya
Namun jika saya harus mati di dalamnya, maka semoga Allah menghitungnya sebagai jihad fi sabilillah.
Saya tidak akan lagi merengek berikan teman untuk jalan perjuangan yang panjang ini.
Saya hanya akan terus bergerak, bergerak sekecil apapun yang saya bisa, agar saya layak menjadi suri tauladan dan bisa terus menyampaikan entah dengan apa... Menyampaikan ayat-ayat Nya
Seperti arti nama Nur, bukankah cahaya justru bersinar karena pekatnya hitam?
Bukankah ia tetaplah cahaya meskipun dalam kegelapan? Insya Allah
hei Lin... :) lama tak berjumpa, ceritamu knp beda sm yg kmren2...hehe.
BalasHapusPercayalah, Allah mengirimmu untuk mjd penerang diantara kegelapan :)
iya nih vi. life is not only joke right?
BalasHapusHaloo pak^^
BalasHapusKami dari SENTANAPOKER ingin menawarkan pak^^
Untuk saat ini kami menerima Deposit Melalui Pulsa ya pak.
*untuk minimal deposit 10ribu
*untuk minimal Withdraw 25ribu
*untuk deposit pulsa kami menerima provider
-XL
-Telkomsel
untuk bonus yang kami miliki kami memiliki
*bonus cashback 0,5%
*bunus refferal 20%
*bonus gebiar bulanan (N-max,samsung Note 10+,Iphone xr 64G,camera go pro 7hero,Apple airpods 2 ,dan freechips)
Daftar Langsung Di:
SENTANAPOKER
Kontak Kami;
WA : +855 9647 76509
Line : SentanaPoker
Wechat : SentanaPokerLivechat Sentanapoker
Proses deposit dan withdraw tercepat bisa anda rasakan jika bermain di Sentanapoker. So… ? tunggu apa lagi ? Mari bergabung dengan kami. Pelayanan CS yang ramah dan Proffesional dan pastinya sangat aman juga bisa anda dapatkan di Sentanapoker.