Suara untuk Mahasiswa dalam Kubangan Individualisme
Beberapa
hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang mahasiswa alumnus sebuah perguruan
tinggi ternama di negeri ini. Ia berkata
bahwa sulit sekali mencari kerja. Modal IPK nya yang diatas tiga koma lima dan
nama besar almamaternya pun tidak mampu meloloskannya dalam tahap wawancara.
Saya hanya bisa mengangguk-angguk turut prihatin melihat wajahnya yang seperti
ingin menangis padahal notabene ia lelaki, mungkin ia sudah mencoba sekian lama
namun belum juga berhasil. Sampai akhirnya ia berkata “Sebenarnya saya
menyesal, dulu saya ga pernah ikut
organisasi apa-apa, kerjaan saya cuma ngerjain tugas dan tugas, kalau tugas
selesai paling-paling saya nonton TV di kostan atau nongkrong bareng
temen-temen”.
Deg!
Saya sedikit terkejut mendengar ceritanya karena baru kali itu saya mendengar
langsung pengakuan tentang pentingnya sebuah organisasi based on true story .
Sebenarnya teori-teori ‘organisasi itu penting dan nantinya sangat
terpakai saat kita keluar dari dunia kampus’ itu sudah saya dengar sejak saya
masih menjadi mahasiswa baru. Pun juga teman-teman yang lain, mereka pasti
mengetahui teori yang sering sekali didengung-dengungkan saat penerimaan
mahasiswa baru. Terlepas mereka lupa atau menolak teori tersebut.
Sedikit
bercerita, saya bersyukur dulu ketika saya masih menjadi mahasiswa baru saya
dikelilingi teman-teman yang kondusif dalam pengembangan diri saya, teman-teman
yang bersama-sama mengemban ilmu di universitas kehidupan, bukan sekedar duduk
di kelas dan menghabiskan waktu 3 sks untuk mendengarkan dosen berbicara di
depan kelas tanpa berpikir untuk apa ilmu yang didapat.
Saya
bersyukur dikelilingi teman-teman yang menemani saya mengerjakan tugas di larut
malam atau bahkan pagi buta karena waktu produktifnya dihabiskan bersama-sama untuk
berdiskusi atau mengadakan kegiatan positif untuk menghasilkan solusi yang
terbaik untuk bangsa atau minimal jurusan tercinta. Bukan sekedar hidup dalam
kubangan rutinitas tugas untuk mengejar IP belaka.
Namun
saat ini saya melihat aura itu memudar. Individualime bertebaran dimana-mana.
Di mahasiswa lama, mahasiswa baru bahkan di dalam birokrasi saat ini. Saya
terlalu jengah mendengar ribuan alasan acara kaderisasi yang sepi pengunjung
karena alasan ‘mengerjakan tugas’. Padahal kaderisasi merupakan tahapan penting
dalam pembentukan cikal bakal kader untuk meneruskan organisasi-organisasi
kampus yang akan menggerakan perubahan di jurusan hingga universitas.
Berbicara
tentang kaderisasi saya cukup miris melihat perilaku sebagian besar birokrat
yang jelas-jelas ‘mengebiri’ peranan mahasiswa dalam hal kaderisasi. Saya tak
habis pikir dengan ancaman skorsing yang dilakukan pihak birokrasi apabila
mengadakan proses kaderisasi dalam bentuk evaluasi kepada mahasiswa baru tiap
minggunya. Lalu saat muncul perilaku-perilaku tak menyenangkan yang dilakukan
oleh beberapa mahasiswa baru semudah membalikan telapak tangan, mereka
mengkritik habis-habisan ‘si kakak yang tidak bisa membimbing adiknya’.
Bukankah lucu? Bagaimana mungkin ada transfer ilmu yang efektif jika
mengumpulkan mahasiswa baru dipandang tindak melanggar peraturan rektor?
Begitu
pun dengan ‘si kakak’ yang terkesan tunduk setunduk-tunduknya terhadap apa yang
dikatakan ‘bapak-bapak kita’. Bukankah kita mahasiswa? Yang katanya merupakan
kaum intelek yang seharusnya mampu berpikir mencari jalan tengah yang terbaik
untuk kemajuan jurusan kita? Jika iklim demikian terus menerus berkembang maka
jangan terkejut jika nanti saat kita duduk di pemerintahan, kita hanya akan
mengangguk-angguk mendengar dikte-dikte intervensi pihak asing. Apakah sikap
penurut ini juga dilatarbelakangi keapatisan kita yang semakin tua semakin acuh
tak acuh? Telah sibuk sendiri dengan impian pribadi hingga lupa apa yang telah
membawa kita hingga saat ini.
Dan
teruntuk adik-adikku mahasiswa baru, kalian adalah harapan. Jika kalian tidak
mempersiapkan diri agar layak menjadi harapan lalu bagaimana mungkin jurusan
ini, fakultas ini bahkan univeristas ini bertahan hidup? Karena hidup tanpa
harapan bagaikan mayat yang berjalan, mungkin ia ada secara fisik namun
sesungguhnya jiwanya telah lama mati. Apakah pantas kita berharap pada
seseorang yang mengeluh saat mendapat tugas? Apakah pantas kita berharap pada
seseorang yang jangankan memikirkan nasib jurusan, fakultas, universitas bahkan
bangsa, memikirkan diri sendiri saja tidak selesai-selesai?
Link gambar: http://www.preparation-au-mariage.ch/images/individualisme.jpg |
Tulisan
ini adalah suara hati teruntuk semua teman tercinta di Teknik Lingkungan bahwa
hidup ini tidak sesederhana mengerjakan tugas dari dosen dan mendapatkan IP
tinggi. Hidup ini adalah tentang bagaimana kita menjalankan peran terbaik kita
sebagai manusia, sebagai khalifah fil
ardhi atau pemimpin untuk bumi ini.
Oleh: Nur Novilina A
Koordinator Litbang Himpunan Mahasiswa Teknik
Lingkungan UNDIP
Haloo pak^^
BalasHapusKami dari SENTANAPOKER ingin menawarkan pak^^
Untuk saat ini kami menerima Deposit Melalui Pulsa ya pak.
*untuk minimal deposit 10ribu
*untuk minimal Withdraw 25ribu
*untuk deposit pulsa kami menerima provider
-XL
-Telkomsel
untuk bonus yang kami miliki kami memiliki
*bonus cashback 0,5%
*bunus refferal 20%
*bonus gebiar bulanan (N-max,samsung Note 10+,Iphone xr 64G,camera go pro 7hero,Apple airpods 2 ,dan freechips)
Daftar Langsung Di:
SENTANAPOKER
Kontak Kami;
WA : +855 9647 76509
Line : SentanaPoker
Wechat : SentanaPokerLivechat Sentanapoker
Proses deposit dan withdraw tercepat bisa anda rasakan jika bermain di Sentanapoker. So… ? tunggu apa lagi ? Mari bergabung dengan kami. Pelayanan CS yang ramah dan Proffesional dan pastinya sangat aman juga bisa anda dapatkan di Sentanapoker.